Saturday, August 18, 2018

PENENTUAN LOKASI TAMBAK


PENDAHULUAN

Kegiatan budidaya udang merupakan  jenis usaha  perikanan yang hampir semua proses produksinya dapat ditargetkan sesuai dengan keinginan, sejauh
manusia dapat memenuhi persyaratan pokok dan pendukung kehidupan serta pertumbuhan udang yang optimal. Usaha  ini pernah menunjukkan hasil yang memuaskan hingga Indonesia menjadi produsen udang papan atas di dunia yaitu pada tahun 1994  mampu mencapai angka produksi > 300.000 ton/tahun (produksi dari tambak intensif sekitar 60 %, tambak sederhana mencapai 20% dan tambak semi-intensif sekitar 10%). Sedangkan mulai tahun 1997 hingga sekarang produksi udang Indonesia  mengalami penurun yang tidak sedikit, yaitu kira-kira produksi per tahun berkisar antara 160.000-200.000 ton.

Dengan berjalannya waktu, proses produksi udang di tambak mengakibatkan terabaikannya kontrol atas prinsip mikrobiologis dan proses eutrofikasi (penyuburan) lingkungan sehingga tambak tambak di Indonesia mulai berkurang produktivitasnya dengan indikator ukuran udang yang semakin mengecil dan tingkat kelangsungan hidup (SR---survival rate) yang rendah atau kebutuhan pakan yang lebih banyak. Kondisi yang tidak disadari ini lebih diperparah oleh meledaknya tingkat infeksi penyakit virus bercak putih/panuan/White spots Virus (WSSV) atau Systemic Ectodhermal Mesodhermal Bacculo Virus (SEMBV)  pada benih, udang di tambak dan jenis-jenis krustasea  liar di sekitar tambak  yang selalu menyebabkan kematian massal pada  udang yang dipelihara.

Masalah utama yang menstimulir keadaan tersebut adalah tidak diterapkannya prinsip prinsip dasar budidaya perikanan yang sesungguhnya yaitu: melaksanakan pencegahan  intrusi hama penular, hama penyaing dari jenis krustasea dan  bertanggung jawab mengolah limbah yang dihasilkan. Pengolahan limbah dalam satu sisi akan mengorbankan lahan, tenaga, perhatian dan finansial namun bila dilaksanakan  secara menyeluruh  sebaliknya akan mengurangi risiko infeksi penyakit vital sehingga pada akhirnya justru akan menekan biaya dan menekan resiko  kerugian.

Bersamaan dengan itu maka ditemukan modifikasi inovasi baru dalam paket teknologi budidaya udang di tambak, yaitu dengan menerapkan sistem resirkulasi tertutup atau semi tertutup. Beberapa suksesi penting yang dikembangkan pada budidaya udang di tambak adalah sebagai berikut : 1) penebaran benih di tambak yang bebas virus; 2) perlakuan sterilisasi air media pemeliharaan di tambak; 3) menerapkan /mengaplikasikan inokulan fitoplankton pada air media pemeliharaan; 4) penggunaan ikan-ikan bioscreening multispesies sebagai pemangsa inang dan sebagai biofilter; 5) aplikasi probiotik secara terkendali; dan 6) penerapan biosecurity.

PEMILIHAN LOKASI

Sukses tidaknya usaha budidaya udang di tambak dapat ditentukan pula dengan langkah awal yang sangat urgen, dalam hal ini penentuan lokasi untuk
mendukung kebutuhan biologis udang yang dipelihara harus terpenuhi.

Tabel 1. Persyaratan minimal parameter kualitas lokasi/lahan 

No.
Komponen
Kisaran Optimal
Keterangan
1
2
3
4




Jenis Tanah
pH tanah
Bahan Organik
NH3
Liat berpasir
(70:30)
6,5 – 8,0
3 – 5 %
0,05 – 0,25 ppm
Jenis tanah masih ada
toleransi, yaitu dapat
digunakan untuk liat
berdebu/ berlumpur.

Tabel 2. Persyaratan minimal paramater kualitas air pasok

No.
Komponen
Kisaran Optimal
Keterangan
1
2
3
4
5
6
7



Salinitas
pH
Suhu
Alaklinitas
Bahan Organik
PO4
NH3
15 – 30 ppt
7,5 – 8,7
28 – 31,5 0­C
90 – 150 ppm
45 – 55 ppm
0,1 – 0,5 ppm
0,03 – 0,25 ppm
Bila bahan organik air di
atas 55 ppm dapat
diantsipasi dengan
pengendapan pada
petak tandon air.

TOPOGRAFI

Topografi cukup significan untuk dijadikan ukuran tingkat kerataan lahan, daerah yang memupunyai topografi bergelombang perlu dipertimbangkan untuk diratakan apabila akan dijadikan lahan pertambakan, karena akan menyangkut cost untuk land clearing.  Walaupun pada umumnya lokasi diwilayah pantai jarang ditemukan dengan topografi bergelombang.

Contoh Peta kontur lokasi calon tambak


ELEVASI

Elevasi atau kemiringan lahan berkaitan dengan “kemampuan irigasi” untuk mencapai pada suatu tempat.  Semakin tingi letak lokasi akan semakin susah dijangkau oleh pasang surut.


PASANG SURUT

Lebih dari 75% dari planet bumi terdiri atas air, khususnya air laut.  Pasang surut adalah merupakan fenomena alam, dimana terjadinya perubahan ketinggian air dimuka bumi seiring dengan berubahnya waktu. Pergerakan air ini berbeda dari satu tempat dengan tempat lain dan dari waktu ke waktu sesuai dengan posisi lintang. Pasang surut dipengaruhi oleh 3 planet besar, yaitu: matahari-bumi-dan bulan. Namun secara lebih detail masih ada pengaruh lain, lebih dari 50 parameter yang ikut menentukan pergerakan pasang surut air laut. Pasang surut sangat penting bagi perikanan, khususnya budidaya tambak.  Pemasukan dan pengeluaran air tambak sangat bergantung pada pasang surut.

KUALITAS TANAH

Tanah bagi kepentingan budidaya dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sebagai faktor fisik untuk dijadikan bangunan tambak; dan faktor kimia yang berkaitan
dengan kesuburan. Secara fisik yang perlu diperhatikan adalah: tekstur tanah, dimana hal ini berkaitan dengan kemampuan tanah untuk dibentuk menjadi tanggul sehingga mampu menahan tekanan air hingga ketinggian yang diinginkan.  Secara garis besar, fraksi tanah „liat berpasir‟ merupakan bahan terbaik untuk dipertimbangkan menjadi tangul tambak.

KUALITAS AIR

Kualitas air sangat penting untuk dilihat sebagai sumber utama dalam usaha budidaya ikan/udang.  Dalam hal penilaian air, yang terpenting adalah: a)
mempunyai jumlah yang cukup; b) tidak keruh; c) pH sekitar 7,0; d) salinitas tidak pernah lebih dari 40 ppt; e) tidak berada pada daerah polluted area baik dari jenis logam dan organo-chlorin serta pestisida.

VEGETASI

Vegetasi yang tumbuh disuatu tempat, khususnya diwilayah pantai dapat dijadikan indikator untuk menentukan kualitas tanah dan kepentingan pemilihan lokasi.  Vegetasi yang tumbuh merupakan cerminan dari mineral tanah yang terkandung di sekitar lokasi tersebut.  Wilayah mangrove memang merupakan daerah yang paling sesuai dijadikan tambak, karena terletak pada daerah „intertidal‟ atau peralihan.  Namun pada daerah tertentu banyak ditumbuhi vegetasi „nipah‟ yang merupakan cerminan bahwa daerah tersebut adalah daerah “tanah asam”.  Jika ketemu daerah yang seperti ini sebaiknya tidak dipilih menjadi daerah pertambakan karena akan menuai segudang masalah.

No comments:

Post a Comment