PENDAHULUAN
Kegiatan budidaya udang merupakan jenis usaha
perikanan yang hampir semua proses produksinya dapat ditargetkan sesuai
dengan keinginan, sejauh
manusia dapat memenuhi persyaratan pokok
dan pendukung kehidupan serta pertumbuhan udang yang optimal. Usaha ini pernah menunjukkan hasil yang memuaskan
hingga Indonesia menjadi produsen udang papan atas di dunia yaitu pada tahun
1994 mampu mencapai angka produksi >
300.000 ton/tahun (produksi dari tambak intensif sekitar 60 %, tambak sederhana
mencapai 20% dan tambak semi-intensif sekitar 10%). Sedangkan mulai tahun 1997
hingga sekarang produksi udang Indonesia
mengalami penurun yang tidak sedikit, yaitu kira-kira produksi per tahun
berkisar antara 160.000-200.000 ton.
Dengan berjalannya waktu, proses produksi
udang di tambak mengakibatkan terabaikannya kontrol atas prinsip mikrobiologis
dan proses eutrofikasi (penyuburan) lingkungan sehingga tambak tambak di
Indonesia mulai berkurang produktivitasnya dengan indikator ukuran udang yang
semakin mengecil dan tingkat kelangsungan hidup (SR---survival rate) yang
rendah atau kebutuhan pakan yang lebih banyak. Kondisi yang tidak disadari ini
lebih diperparah oleh meledaknya tingkat infeksi penyakit virus bercak
putih/panuan/White spots Virus (WSSV) atau Systemic Ectodhermal Mesodhermal
Bacculo Virus (SEMBV) pada benih, udang
di tambak dan jenis-jenis krustasea liar
di sekitar tambak yang selalu
menyebabkan kematian massal pada udang
yang dipelihara.
Masalah utama yang menstimulir keadaan
tersebut adalah tidak diterapkannya prinsip prinsip dasar budidaya perikanan
yang sesungguhnya yaitu: melaksanakan pencegahan intrusi hama penular, hama penyaing dari
jenis krustasea dan bertanggung jawab
mengolah limbah yang dihasilkan. Pengolahan limbah dalam satu sisi akan
mengorbankan lahan, tenaga, perhatian dan finansial namun bila
dilaksanakan secara menyeluruh sebaliknya akan mengurangi risiko infeksi
penyakit vital sehingga pada akhirnya justru akan menekan biaya dan menekan
resiko kerugian.
Bersamaan dengan itu maka ditemukan
modifikasi inovasi baru dalam paket teknologi budidaya udang di tambak, yaitu
dengan menerapkan sistem resirkulasi tertutup atau semi tertutup. Beberapa
suksesi penting yang dikembangkan pada budidaya udang di tambak adalah sebagai
berikut : 1) penebaran benih di tambak yang bebas virus; 2) perlakuan
sterilisasi air media pemeliharaan di tambak; 3) menerapkan /mengaplikasikan
inokulan fitoplankton pada air media pemeliharaan; 4) penggunaan ikan-ikan
bioscreening multispesies sebagai pemangsa inang dan sebagai biofilter; 5)
aplikasi probiotik secara terkendali; dan 6) penerapan biosecurity.
PEMILIHAN
LOKASI
Sukses tidaknya usaha budidaya udang di
tambak dapat ditentukan pula dengan langkah awal yang sangat urgen, dalam hal
ini penentuan lokasi untuk
mendukung kebutuhan biologis udang yang
dipelihara harus terpenuhi.
Tabel 1. Persyaratan minimal parameter
kualitas lokasi/lahan
No.
|
Komponen
|
Kisaran Optimal
|
Keterangan
|
1
2
3
4
|
Jenis Tanah
pH tanah
Bahan Organik
NH3
|
Liat berpasir
(70:30)
6,5 – 8,0
3 – 5 %
0,05 – 0,25 ppm
|
Jenis tanah masih ada
toleransi, yaitu dapat
digunakan untuk liat
berdebu/ berlumpur.
|
Tabel 2. Persyaratan minimal paramater
kualitas air pasok
No.
|
Komponen
|
Kisaran Optimal
|
Keterangan
|
1
2
3
4
5
6
7
|
Salinitas
pH
Suhu
Alaklinitas
Bahan Organik
PO4
NH3
|
15 – 30 ppt
7,5 – 8,7
28 – 31,5 0C
90 – 150 ppm
45 – 55 ppm
0,1 – 0,5 ppm
0,03 – 0,25 ppm
|
Bila bahan organik air di
atas 55 ppm dapat
diantsipasi dengan
pengendapan pada
petak tandon air.
|
TOPOGRAFI
Topografi cukup significan untuk dijadikan
ukuran tingkat kerataan lahan, daerah yang memupunyai topografi bergelombang
perlu dipertimbangkan untuk diratakan apabila akan dijadikan lahan pertambakan,
karena akan menyangkut cost untuk land clearing. Walaupun pada umumnya lokasi diwilayah pantai
jarang ditemukan dengan topografi bergelombang.
Contoh Peta kontur
lokasi calon tambak
ELEVASI
Elevasi atau kemiringan lahan berkaitan
dengan “kemampuan irigasi” untuk mencapai pada suatu tempat. Semakin tingi letak lokasi akan semakin susah
dijangkau oleh pasang surut.
PASANG
SURUT
Lebih dari 75% dari planet bumi terdiri
atas air, khususnya air laut. Pasang surut
adalah merupakan fenomena alam, dimana terjadinya perubahan ketinggian air dimuka
bumi seiring dengan berubahnya waktu. Pergerakan air ini berbeda dari satu tempat
dengan tempat lain dan dari waktu ke waktu sesuai dengan posisi lintang. Pasang
surut dipengaruhi oleh 3 planet besar, yaitu: matahari-bumi-dan bulan. Namun
secara lebih detail masih ada pengaruh lain, lebih dari 50 parameter yang ikut
menentukan pergerakan pasang surut air laut. Pasang surut sangat penting bagi perikanan,
khususnya budidaya tambak. Pemasukan dan
pengeluaran air tambak sangat bergantung pada pasang surut.
KUALITAS
TANAH
Tanah bagi kepentingan budidaya dapat
dilihat dari dua sisi, yaitu sebagai faktor fisik untuk dijadikan bangunan
tambak; dan faktor kimia yang berkaitan
dengan kesuburan. Secara fisik yang perlu
diperhatikan adalah: tekstur tanah, dimana hal ini berkaitan dengan kemampuan
tanah untuk dibentuk menjadi tanggul sehingga mampu menahan tekanan air hingga
ketinggian yang diinginkan. Secara garis
besar, fraksi tanah „liat berpasir‟ merupakan bahan terbaik untuk dipertimbangkan
menjadi tangul tambak.
KUALITAS
AIR
Kualitas air sangat penting untuk dilihat
sebagai sumber utama dalam usaha budidaya ikan/udang. Dalam hal penilaian air, yang terpenting
adalah: a)
mempunyai jumlah yang cukup; b) tidak
keruh; c) pH sekitar 7,0; d) salinitas tidak pernah lebih dari 40 ppt; e) tidak
berada pada daerah polluted area baik dari jenis logam dan organo-chlorin serta
pestisida.
VEGETASI
Vegetasi yang tumbuh disuatu tempat,
khususnya diwilayah pantai dapat dijadikan indikator untuk menentukan kualitas
tanah dan kepentingan pemilihan lokasi.
Vegetasi yang tumbuh merupakan cerminan dari mineral tanah yang terkandung
di sekitar lokasi tersebut. Wilayah
mangrove memang merupakan daerah yang paling sesuai dijadikan tambak, karena
terletak pada daerah „intertidal‟ atau peralihan. Namun pada daerah tertentu banyak ditumbuhi
vegetasi „nipah‟ yang merupakan cerminan bahwa daerah tersebut adalah daerah
“tanah asam”. Jika ketemu daerah yang
seperti ini sebaiknya tidak dipilih menjadi daerah pertambakan karena akan
menuai segudang masalah.
No comments:
Post a Comment